Pages

Senin, 15 Juli 2013

Menumpas Pemberontakan PRRI/Permesta ||PR GUSTU

Masa Demokrasi Liberal tahun 1950 menimbulkan ketidak stabilan dalam bidang politik. Kemudian pada tahun 1955 diadakan pernilihan umum, namun Pemilu tersebut tidak berhasil menghilangkan pertentangan‑pertentangan politik. Oleh karena itu beberapa daerah muncul suara - suara menuntut otonomi yang luas, karena tidak ada keseirnbangan antara daerah dengan pusat dan daerah merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat terutarna dalam bidang pernbangunan.
Dalam keadaan yang demikian itu bekas Divisi Banteng mengadakan reuni di Padang pada tanggal 20 ‑ 24 Nopernber 1956. Hasil reuni tersebut terbentuklah Dewan Banteng yang diketuai oleh Letkol Ahmad Husein. Dengan terbentuknya Dewan Banteng yang bertendensi politik, maka KSAD melarang perwira‑perwira AD melakukan kegiatan di bidang politik. Tetapi larangan itu bahkan disambut oleh ketua Dewan Benteng dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muloharjo, dengan dalih tidak mampu melaksanakan pembangunan.
Kegiatan di Sumatera Tengah itu diikuti oleh Sumatera Timur yaitu Ketua Dewan Gajah mengambil alih semua kekuasaan yang ada dalam wilayah TNI kemudian Sumatera Selatan terjadi kegiatan ‑ kegiatan yang sama. Setelah diadakan Konferensi Dinas Pemerintahan Sumatera Selatan lahirlah Garuda. Kemudian Panglima TNI Letnan Kolonel Barlian mengambil alih pemerintahan Sumatera Pusat, mengadakan musyawarah pembangunan nasional untuk memecahkan persoalan secara terbuka. Namun usaha pernerintah tersebut tidak diterima, bahkan gerakan kedaerahan yang bersifat sparatis terus berlangsung yang akhirnya menjurus menjadi pernberontakan.
Pemberontakan makin memuncak dengan proklamasi pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tanggal 15 Pebruari 1958 oleh Ahmad Husein, Kolonel Dahlan Jombek dan Kolonel Simbolon. Kemudian untuk mengatasi pernberontakan tersebut pemerintah bersikap tegas dengan melakukan Operasi militer. Perwira yang terlibat seperti Letkol Ahmad Husein, Kolonel Dahlan Jombek, Kolonel Siimbolon diberhentikan dengan tidak hormat.
Operasi gabungan yang dilaksanakan yaitu Operasi Tegas (Untuk Daerah Riau), Operasi 17 Agustus (Untuk Sumatera Barat), Operasi Sapta Marga (untuk Sumatera Timur) dan Operasi Sadar (untuk Sumatera Selatan). Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani ditujukan kedaerah Sumatera Barat dengan sasaran merebut pusat militer lawan di Padang dan pusat pernerintahan di Bukit Tinggi. Dari Kodam VII/ Diponegoro mengiriinkan Yon ‑ 438 dan Yon ‑ 440. Dengan operasi tersebut maka kota Padang dan Bukit Tinggi dapat dikuasai dan diduduki. Dengan jatuhnya Bukit Tinggi selesailah operasi pernbersihan dan teritorial. Dengan demikian tokoh‑tokoh PRRI melarikan diri ke hutan‑hutan dan pada pertengahan tahun 1961 mereka menyerah sesuai dengan anjuran pemnerintah.
Kericuhan yang terjadi tidak hanya terbatas di daerah Sumatera saja, tetapi menjalar pula ke daerah ‑ daerah lain. Di Sulawesi Utara lahir Dewan Menghuni, kegiatan selanjutnya ialah panglima TNI/VII Letkol Fanco Samuel mengadakan pertemuan dengan staf dan perwira ‑ perwira. Perternuan menghasilkan konsensi mengenai cara ‑ cara untuk mengatasi ketegangan dalam kehidupan kenegaraan, maka tanggung jawab wilayah dan pasukan harus berada dalam satu tangan yaitu panglima TT. Kemudian diadakan rapat lagi pada tanggal 2 Maret 1957 di Kantor Gebenuran Makasar (Ujungpandang) dihadiri oleh tokoh ‑ tokoh sipil dan militer. Hasil dari perternuan adalah Piagam perjuangan semesta ( Permesta ).
Sementara itu Letkol Dj. Somba Komandan KDMST menyatakan bahwa Sulawesi Utara memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat. Atas tindakan tersebut kemudian pernerintah memutuskan untuk memecat dengan tidak hormat Letkol Vance Samuel, Letkol Dj. Somba dan Mayor D. Punturambi serta perwira lainnya.
Pemberontakan Permesta ditindak tegas dan dihadapi dengan kekuatan militer oleh pemerintah pusat serta alat negara dan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Dalam rangka penumpasan pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara tersebut kodam VII/Diponegoro mengirimkan Batalyon Inf ‑ 432 dalam Operasi Merdeka.
Sebelum operasi pokok dilaksanakan, maka di Sulawesi Tengah telah dilaksanakan operasi "Insyaf” yang dikoordinasi oleh Komando antar Daerah Indonesia Timur (Komandat). Operasi tidak mengetahui hambatan dan dapat merebut dan menduduki kota. Setelah masing‑masing Komando operasi berhasil menguasai daerah sasaran, maka dimulai gerakan ke sasaran pokok yaitu Manado, untuk merebut Sulawesi Utara dan kota Manado. Manado telah dikepung dari segala penjuru. Serangan mulai dilancarkan pada tanggal 16 Juni 1958 dan sepuluh hari kemudian kota Manado dapat diduduki.
Pada bulan Agustus 1958 kekuatan pokok Permesta sudah lumpuh. Namun demikian gerakan penumpasan terhadap sisa‑sisa pasukan Permesta tetap berjedan dan operasi tersebut dilaksanakan dengan operasi pembersihan dan teritorial. Dalam opeasi itu tokoh ‑ tokoh Permesta tertangkap dan sisa ‑ sisa pasukannya menyerahkan diri sesuai dengan seruan pemerintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar