PR GUSTU
Selasa, 14 Januari 2014
Senin, 23 September 2013
PERAN SIKAP PROFESIONALISME DALAM ORGANISASI || PR GUSTU
Peran
Sikap Profesionalisme dalam Organisasi
Dalam Kamus
Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional. Profesionalisme
merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya sebuah term yang menjelaskan
bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai
keahlian dalam bidangnya atau profesinya.Profesionalisme juga mengacu kepada
sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang
tinggi dan kode etik profesinya. Dalam berorganisasi sikap profesionalisme
sangat diperlukan karena dalam melakukukan suatu tugas kita dituntut memiliki
sikap profesionalisme agar tugas yang kita kerjakan mendapat hasil yang
maksimal.
Ciri-ciri
profesionalisme:
Punya
ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan
peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi.
Punya ilmu
dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di
dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan.
Punya sikap
berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan
lingkungan yang terbentang di hadapannya.
Punya sikap
mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan
menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi
diri dan perkembangan pribadinya.
dalam
berorganisasi etika profesionalisme juga sangat diperlukan , antara lain
tampilkan rasa percaya diri kamu , yakinlah terhadap kemampuan diri kamu bahwa
kamu bisa jangan minder dan usahakan selalu
rendah diri , yakinlah setiap orang pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan , jadi kita tidak boleh brsombong diri atau merndahkan orang lain ,
usahakan mampu berkomunikasi dengan diri sendiri yang paling terpenting adalah
menjaga kedisiplinan kita seperti datang tepat waktu pada saat ada pengumpulan
anggota organisasi , tidak meninggalkan tugas yang telah diberikan oleh ketua
karena itu bukanlah sikap profesional
selain itu menggunakan waktu dengan sebaik mungkin sehingga tidak ada waktu
yang terbuang sia-sia, etika salam juga
salah satu orang yang memilliki jiwa profesionalisme , contohnya pada
saat bertemu teman kita hendaknya memberikan 3s yaitu senyum, salam, sapa . itu
akan membuat kita akan dipandang sebagai orang yang mempunyai jiwa profesional
dan ramah .
Mampu
mengendalikan emosi diri juga harus dapat dilakukan untuk meningkatkan jiwa
profesionalisme , selain itu menjaga persaan orang lain agar tidak tersinggung
oleh perkataan ataupun perbuatan kita sangat perlu dilakukan toleransi dan rasa
ingin membantu harus tanamkan jiwa
saling membantu sesama teman dan usahakan
selalu melaksanakan diskusi yang sehat dalam setiap pengambilan keputusan ,
jangan pernah merendahkan jabatan teman dalam organisasi karena itu akan
menyebabkan konflik internal di dalam organisasi , jika ada teman yang salah
dalam mengerjakan sesuatu erikan teguran yang tidak menyinggung perasaan teman
kita , sebagai anggota organisasi semua anggota harus dapat menanamkan tanggung
jawab yang tinggi dalam organisasi tesebut, dan kita harus bersikap loyal
kepada organisasi yang kita ikuti itu , Loyalitas bagi seorang profesional
memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan pekerjaannya, ia bersikap total.
Artinya apapun yang ia kerjakan didasari oleh rasa cinta. Seorang profesional
memiliki suatu prinsip hidup, bahwa apa yang dikerjakannya bukan suatu beban,
tetapi merupakan panggilan hidup untuk berkarya dan memberikan manfaat bagi
orang lain. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh. Loyalitas
ini akan memberikan daya dan kekuatan untuk berkembang dan selalu mencari
hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya, tanpa menunggu perintah. Dengan adanya
loyalitas, ia akan selalu berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan
usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi. Mampu bekerja
keras
Seorang
profesional akan secara sadar sanggup untuk bekerjaa keras dalam menyelesaikan
tugas dan tanggung jawabnya. Ia tetaplah manusia biasa yang mempunyai
keterbatasan dan kelemahan. Oleh karena ituia harus mampu menjalin kerja sama
dengan berbagai pihak tanpa pandang bulu. Ia akan membuka dirinya lebar-lebar
untuk mau menerima siapa saja yang ingin bekerja sama. Ia tidak akan merasa
canggung atau turun harga diri bila harus bekerja sama dengan orang-orang yang
mungkin secara status lebih rendah darinya. Hal ini bisa dicapai apabila ia
mampu mengembangkan dan meluaskan hubungan kerja sama dengan siapa pun, dimana
pun, dan kapan pun. Integritas
Nilai-nilai
kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi
seorang yang profesional. Dengan integritas ini seorang profesional akan
mempunyai kesadaran diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani dan
suara hati harus tetap menjadi dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Maka,
tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang profesional tak cukup hanya
cerdas dan pintar secara intelektual, tapi juga sisi mental dan emosional.
Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga
profesionalitasnya. Artinya, ia tidak akan begitu mudah tergoda oleh bujuk rayu
yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Ia tidak akan mengorbankan
idealismenya sebagai seorang yang profesional hanya disebabkan oleh hasutan
harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa bagi dirinya, lebih baik mengorbankan
harta, pangkat dan jabatan asalkan nilai-nilai yang ada dalam profesinya
tidak hilang. Untuk membentuk komitmen yang tinggi dibutuhkan konsistensi dalam
mempertahankan nilai-nilai profesionalisme. Tanpaadanya konsistensi atau
keajekan, seseorang sulit menjadikan dirinya sebagai profesional, karena hanya
akan dimainkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi.
Rabu, 24 Juli 2013
PERJUANGAN TEUKU UMAR || PR GUSTU
11 Februari 1899 atau 109 tahun lalu, bertepatan bulan Ramadhan, Teuku Umar tersungkur jatuh dihantam peluru Belanda di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, saat para pejuang sedang menunaikan sahur, beliau langsung roboh dan syahid dalam usia yang sangat produktif yaitu 45 tahun, seluruh pasukan kacau balau, sebuah takdir dan ketetapan Allah berlaku. Menurut beberapa sumber kematian tersebut disebabkan peluru yang bersarang di dada sebelah kiri dan juga di usus besar.
Jenazah Ampon Meulaboh
dibawa lari, ada versi mengatakan pelarian melalui Pucok Lueng, Suak Raya tepatnya di dusun
—kemudian diberi nama Dusun Kubah Pahlawan, terus dilarikan ke Rantau Panyang –
Pocut Reudep – Pasi Meungat dimana beliau sempat dikuburkan selama 6 bulan
disamping sang ibunda dan takut diketahui Belanda kemudian dibongkar lagi dan
dibawa ke Gunong Cot Manyang dikuburkan 8 bulan dan terakhir dikebumikan di
Meugo (sumber Teuku Tjut Yatim dan Teuku Usman Basyah Asisten I Setdakab Aceh
Barat, turunan ketiga dari Teuku Umar).
Di Aceh Barat dan Aceh umumnya, banyak pihak menyakini Teuku
Umar langsung syahid di Suak Ujong Kalak dan ini diperkuat oleh penuturan
Almarhum Teuku Raja Syahbandar yang ketika masih remaja ikut rombongan Teuku
Umar dan kemudian dituturkan kepada Teuku Daud dan HT-Al-Amin Kaan.
Kuburan Teuku Johan Pahlawan mantan Panglima Perang Besar
Gubernemen Hindia Belanda baru diketahui langsung tanggal 1 Nopember 1917 atau
18 tahun setelah ia mangkat. Seorang pegawai purbakala Belanda atau
Oudheidskunddigendienst, J.J.De Vink melihat kuburan Teuku Umar setelah
mendapat izin Teuku Chik Ali Akbar (Uleebalang Kaway XVI) dan Teuku Panyang,
Ulee Balang Meugo, dengan syarat kuburan tersebut tidak diganggu lagi
Begitu lama rakyat Aceh melindungi dan menjaga kuburannya untuk memberikan ketidak-kepastian tentang syahid panglima besar ini serta menjaga stamina pejuang lainnya. Sebaliknya Belanda terpaksa patroli dan kesiagaan yang terus menerus sampai memperoleh kepastian tentang syahidnya Teuku Umar (Perang Kolonial Belanda di Aceh, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh)
Begitu lama rakyat Aceh melindungi dan menjaga kuburannya untuk memberikan ketidak-kepastian tentang syahid panglima besar ini serta menjaga stamina pejuang lainnya. Sebaliknya Belanda terpaksa patroli dan kesiagaan yang terus menerus sampai memperoleh kepastian tentang syahidnya Teuku Umar (Perang Kolonial Belanda di Aceh, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh)
Dilahirkan 1854 (tanggal dan bulan tidak diketahui) di Meulaboh,
tepatnya di Gampong Mesjid, sekarang Gampong Belakang, Kecamatan Johan Pahlawan
atau sekitar 100 meter dari Mesjid Nurul Huda sekarang, ia lahir dari seorang
ayah yang bernama Teuku Cut Mahmud (kuburan di sekitar Keutapang Wangi Gampong
Belakang) dan ibu Cut Meuhani (makam di Pasi Mesjid)
Beberapa Sumber menyatakan Teuku Umar sudah memanggul senjata
dan bertempur melawan Belanda sejak usia 19 tahun ketika dimulainya agresi
Belanda pertama pada tahun 1873 yang dipimpin Kohler sebagai utusan salah satu
gampong dan karir militer Panglima Laut Barat ini berakhir 1899 saat tertembak
kerika kerinduannya memuncak pada kampung halaman di Meulaboh di sela-sela
pengejaran oleh pihak Belanda.
Banyak pihak bersepkulasi, ada apa gerangan Umar ingin ke
Meulaboh? Adakah kerinduan itu semata-mata? Ataukah ada maksud lain, sebuah
sumber menyatakan kedatangannya untuk mengepung dan menyerang tangsi militer
Belanda di Meulaboh dan ia ingin sekali membunuh dan menangkap Van Heutsz yang
sedang berada di sana, persiapan penyerangan dipusatkan di Lhok Bubon dan
melalui pantai Suak Ujong Kalak, namun Van Heuzt punya siasat siapa tahu Umar
ada di sana dan ia memerintahkan komandan lapangan yang bernama Let I JJ
Verburg untuk menyerang.
Dua puluh enam tahun membangun karir berbahaya, bersahabat dan
bertempur, memanfaatkan Belanda untuk mempersenjatai pasukannya dengan
alat-alat modern di waktu itu, dan Teuku Umar telah membangun hubungan dengan
Belanda dalam bentuk persahabatan dan sekaligus permusuhan.
Teuku Umar seorang pahlawan nasional, namanya diabadikan
seantataro negeri, dari jalan sampai dengan kesatuan militer, sejarahnya
diajarkan di sekolah-sekolah, setiap 11 Februari wafatnya diperingati, namun,
generasi muda sering disuguhkan terutama di Meulaboh sejarah setelah beliau
syahid, drama yang pernah dipentaskan di Suak Ujong Kalak adalah bagaimana ia
tertembak, bukan bagaimana ia berjuang, baru-baru ini, kajian yang tidak
mendalam dan duga-duga mencoba menelusuri tempat ia pernah dimakamkan.
Teuku Umar fenomena menarik, hubungannya dengan Belanda berjalan
fluktuatif, tergantung kepentingan : ia, Aceh dan kepentingan Belanda. Ia
satu-satu tokoh yang menyerah kemudian bertempur lagi melawan Belanda dan
syahid, ia adalah tokoh besar dimana Belanda, Sultan dan Pemerintah RI
menghormatinya. Belanda mengangkatnya sebagai Teuku Umar Johan Pahlawan
Panglima Perang Besar Gubernemen Kompeuni dengan tugas membantu Belanda
memadamkan pemberontakan di Aceh, Sultan memberikan gelar Amir Ul Bahar Bagian
Barat karena ia mengumpulkan dana dari penjualan lada namun tetap mengirimkan
kepada sultan yang sedang dalam pengasingan, Pemerintah RI mengangkatnya
sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1973 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
No. 083/TK/1973 tanggal 6 Nopember 1973 (Majalah Yayasan Teuku Umar), karena ia
merintis sejarah, membuat Belanda tidak mudah dan sulit dalam menguasai Aceh.
(T Tjut Yatim seorang tokoh di Meulaboh mengatakan, Teuku Umar diangkat
pahlawan Nasional 1955 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 217/1955 dan
diperingati untuk pertama sekali tahun 1957 dan Cut Nyak Dhien diangkat jadi
pahlawan 1964 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1964 tanggal 2
Mei 1964
Mengapa Bekerjsama?
Sejak kecil saya bertanya, mengapa Teuku Umar diangkat menjadi pahlawan nasional? Apa pertimbangannya? Apa yang dilakukannya sehingga ia layak menjadi pahlawan nasional? Pertanyaan yang menyelimuti kepala saya itu, memaksa saya membaca dan mendengar banyak kisah tentang Teuku Umar, Buku Paul Van Teer, Perang Aceh yang diterbitkan Grafiti Pers, Zentggraaff tentang Perang Aceh, Asal Mula Konflik Aceh (Anthony Reid) sumber keluarga dan digital, saya buru untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut..
Namun, saya terkesima dengan catatan sejarah yang dibuat Panglima Tinggi Penguasa Laot Bagian Barat Aceh ini. Dalam bukunya Perang Aceh, Paul Van Teer menyatakan, Umar seorang pribadi yang unik, ia bisa hidup dengan gaya Eropah di rumahnya, Lam Pisang yang dibangun oleh Belanda, kemudian dibakar oleh Belanda sendiri 30 Maret 1896 karena Umar “berkhianat”
Sejak kecil saya bertanya, mengapa Teuku Umar diangkat menjadi pahlawan nasional? Apa pertimbangannya? Apa yang dilakukannya sehingga ia layak menjadi pahlawan nasional? Pertanyaan yang menyelimuti kepala saya itu, memaksa saya membaca dan mendengar banyak kisah tentang Teuku Umar, Buku Paul Van Teer, Perang Aceh yang diterbitkan Grafiti Pers, Zentggraaff tentang Perang Aceh, Asal Mula Konflik Aceh (Anthony Reid) sumber keluarga dan digital, saya buru untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut..
Namun, saya terkesima dengan catatan sejarah yang dibuat Panglima Tinggi Penguasa Laot Bagian Barat Aceh ini. Dalam bukunya Perang Aceh, Paul Van Teer menyatakan, Umar seorang pribadi yang unik, ia bisa hidup dengan gaya Eropah di rumahnya, Lam Pisang yang dibangun oleh Belanda, kemudian dibakar oleh Belanda sendiri 30 Maret 1896 karena Umar “berkhianat”
Teuku Umar mampu berkomunikasi dan menyerap informasi dalam
Belanda dan Inggris, hidup dengan gaya seorang baron dengan andalan pengaruh,
keseganan, kuasa, perdagangan lada dan pemurah di tengah-tengah pengikutnya
yang fanatik nan sejahtera, namun Umar juga bisa berperang bergerilya di
hutan-hutan Aceh, hidup dalam kesusahan, berperang bertelanjang kaki. Paul juga
mengatakan bahwa Umar pernah bercita-cita menjadi Sultan Aceh, ketika ia
mendapatkan kepercayaan penuh dari Belanda.
Pertanyaan seputar mengapa Teuku Umar mesti bekerjasama dengan
Belanda adalah pertanyaan yang sulit dijawab sebab jawaban tentunya hanya
diketahui oleh Teuku Umar sendiri, namun dalam perjalanan sejarahnya, saya
menemukan beberapa alasan.
Pertama kerjasama tersebut dalam upaya untuk mencari dan mendanai/meringankan biaya perang bagi tokoh-tokoh dan kalangan istana Aceh dalam upaya melawan Belanda. Ini terbukti bahwa Teuku Umar membagi hasil uang yang diperoleh dari Belanda kepada Sultan dan panglima, Umar membentuk persektuan yang kuat dengan Teungku Chik Kutakarang. mereka berdua sangat menentang kebijakan kelompok gerilyawan pimpinan putra-putra Teungku Chik Di Tiro yaitu Mat Amin dan Teungku Beb yang berusaha menegakkan hak sabil di XXV Mukim, karenanya Teungku Kutakarang mengajarkan kepada muridnya yang juga ulama bahwa memerangi Teuku Umar bukan dikategorikan perang suci. (Anthony Reid, Asal Usul Konflik Aceh).
Pertama kerjasama tersebut dalam upaya untuk mencari dan mendanai/meringankan biaya perang bagi tokoh-tokoh dan kalangan istana Aceh dalam upaya melawan Belanda. Ini terbukti bahwa Teuku Umar membagi hasil uang yang diperoleh dari Belanda kepada Sultan dan panglima, Umar membentuk persektuan yang kuat dengan Teungku Chik Kutakarang. mereka berdua sangat menentang kebijakan kelompok gerilyawan pimpinan putra-putra Teungku Chik Di Tiro yaitu Mat Amin dan Teungku Beb yang berusaha menegakkan hak sabil di XXV Mukim, karenanya Teungku Kutakarang mengajarkan kepada muridnya yang juga ulama bahwa memerangi Teuku Umar bukan dikategorikan perang suci. (Anthony Reid, Asal Usul Konflik Aceh).
Namun, saya meragukan adanya persaingan antara kelompok Umar
dengan keluarga Teungku Chik di Tiro. Ulama karismatik Tiro ini memang sering
mengingatkan Umar agar selalu memperhatikan perannnya dalam hubungan dengan
Belanda dan perang suci yang sedang Tiro lancarkan. Sebuah sumber disebutkan
bahwa anak Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien yang bernama Tjut Gambang
diperistri oleh Teungku Majet di Tiro yang merupakan anak dari Teungku Tiro
tua.
Umar juga dikenal sebagai tokoh yang membiayai perang dengan
menggunakan uangnya sendiri. Dengan dana yang bersumber dari ekpor lada, Umar
menguasai perdagangan lada dalam tangannya sendiri dan ia memunggut pajak dari
lada untuk daerah – daerah lainnya sebesar $ 0,25 per pikul atas nama sultan,
Kekayaan ini dengan murah hati dibagi-bagikannya kepada para
pengikut, istana, kaum ulama di Keumala yang sedang melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Ia akhirnya dianugerahi pengakuan resmi oleh sultan sebagai
Amir ul bahar pantai barat (Asal Mula Konflik Aceh, Anthony Reid)
Kedua, Teuku Umar ingin memperkecil kontak tembak antara Belanda
yang dilengkapi senjata modern dengan para gerilyawan yang memiliki senjata
sangat terbatas. Peperangan antara kubu Sultan yang didukung sepenuhnya oleh
Panglima Polem, para ulama dan Ulee Balang di Mukim XXV dan XXVI telah memakan
banyak korban terutama di pihak Aceh.
Belanda terus melakukan upaya memperluas kekuasaannya di luar
lini konsentrasi, namun mereka juga menyadari bahwa biaya perang dan korban
dari pihak mereka juga tidak sedikit dan penguasaan daerah di luar lini
konsentrasi hanya bersifat semu, dengan kata lain cuma di sekitar pos yang
mereka bangun, Belanda berkuasa.
Kondisi ini dimanfaatkan Teuku Umar sebagai penghubung antara
kedua belah pihak namun dengan tetap memikirkan kepentingan pihak Aceh, dan
beberapa lama Umar berhasil menurunkan intensitas kontak tembak di daerah
tersebut, yang oleh Reid disebutkan tidak karena kemampuan militernya tetapi
karena caranya dalam mendekati para pejuang Aceh dan keluwesannya dalam
berhadapan dengan orang lain dan kemudian membujuk sebagian besar uleebalang
dan ulama yang paling terkemuka bahwa kepentingan mereka akan dijaga dengan
cara pura-pura setia kepada Belanda
Ketiga sebagai seorang yang terhormat di kalangan suku dan
rakyatnya, tidak mungkin ia mengandaikan kehormatan diri dan keluarganya kepada
Belanda hanya ingin mendapatkan keuntungan sesaat, justru kekuatan senjata Aceh
tidak seimbang dan personil yang tidak terlatih perlu dimodernkan dan dilatih.
Untuk memperoleh senjata yang modern maka salah satu cara yang paling efektif
mererbut hati Belanda sekaligus senjatanya,
Nisero dan Hok Canton
Seperti yang dikatakan Al-Quran, akhir hiduplah yang menentukan siapa manusia yang sebenarnya, Umar bisa saja dianggap orang mengedepankan kepentingannya dengan Belanda, ketika musim lada harus dijual, ia mencari celah mendekati Belanda agar pengapalan ladanya tidak terganggu. Namun ketika ia dilecehkan sebagai seorang pribumi Aceh yang mempunyai martabat dan harga diri, dengan tidak segan-segan mengambil langkah mencerai Belanda sebagaimana ia tunjukan dalam peristiwa Nisero.
Seperti yang dikatakan Al-Quran, akhir hiduplah yang menentukan siapa manusia yang sebenarnya, Umar bisa saja dianggap orang mengedepankan kepentingannya dengan Belanda, ketika musim lada harus dijual, ia mencari celah mendekati Belanda agar pengapalan ladanya tidak terganggu. Namun ketika ia dilecehkan sebagai seorang pribumi Aceh yang mempunyai martabat dan harga diri, dengan tidak segan-segan mengambil langkah mencerai Belanda sebagaimana ia tunjukan dalam peristiwa Nisero.
Catatan harian seorang mualim III mesin kapal Nisero, William
Bradley mengatakan saat disandera oleh Teuku Imeum Muda Teunom (saingan berat
Teuku Umar) pada tanggal 8 November 1883, kapal uap milik Inggris yang berbobot
1800 Tons tersebut, dibawah nakhoda Capt. W.S. Woodhouse, terdampar di pantai
Kerajaan Teunom dekat Panga, pantai barat Aceh.
Berlayar dari Surabaya ke Marseille, dengan mengangkut gula
dengan awak kapal yang terdiri dari berbagai bangsa yaitu 10 Inggris, 2
Belanda, 2 Jerman, 2 Norwegia, 2 Italia dan satu Amerika. Saat terdampar di
pantai Teunom, mereka semua disandera oleh Raja Teunom dan dibawa ke pedalaman.
Raja meminta tebusan kendatipun ia telah menanda-tangani pengakuan kedaulatan
dibawah Belanda (korte verklaring).
Kejadian ini menyebabkan perseteruan diplomatik antara Belanda
dengan Inggris yang sangat marah kepada Belanda yang dianggap tidak mampu
menjaga keamanan di perairan Aceh. Kaitannya dengan Teuku Umar adalah secara
diam-diam Gubernur Laging Tobias telah mengirimkam pasukan militer yang terdiri
dari orang-orang Aceh yang telah bersahabat untuk membebaskan para sandera.
Sebagaiman yang dikutip Paul Van Teer, akhirnya Teuku Umar yang sebelumnya
telah menyatakan takluk kepada Belanda telah dipergunakan untuk memimpin
operasi militer ini.
Teuku Umar dengan pasukannya yang dibawa oleh kapal Belanda yang
bernama Bengkulen, diperlakukan sangat tidak enak. Ia harus tidur di geladak
seperti seorang kuli, diperlakukan secara tidak hormat, dimaki oleh kelasi
Belanda yang sedang mabuk.
Teuku Umar tersinggung dan tipikal Orang Aceh terhormat kertika
diremehkan oleh Belanda, dendamnya dipendamnya selama ia dan pasukannya di
kapal Belanda itu. Tetapi begitu Teuku Umar dengan pasukannya didaratkan oleh
sebuah sekoci di pantai Panga, maka semua awak kapal dari sekoci itu
dibunuhnya, dan Teuku Umar dengan pasukannya menyatukan diri dengan rakyat
Teunom.
Sukses besar Raja Imam Muda Teunom dalam menjadikan Kapal Nisero
sebagai pusat dan andalan dalam diplomasi internasional dan memperoleh
keuntungan yang besar dari tembusan, telah mendorong Teuku Umar untuk melakukan
hal sama terhadap kapal lain yang menjadi mitra dagangnya.
Pada tanggal 14 Juli 1886 Kapal Hok Canton, membuang sauh di
Pantai Rigah untuk berdagang seperti biasa dengan Teuku Umar. Kapal dinakhodai
Hansen ini bersauh di Rigah, sekitar 40 prajurit Teuku Umar menaiki kapal dan
menahan semua perwira berkebangsaan Eropah, termasuk Hansen bersama istrinya.
Dalam upaya penawanan, perwira Eropah melawan, dua orang ABK
tewas, sedangkan Hansen sendiri mengalami luka parah, kemudian meninggal dalam
tahanan beberapa hari kemudian, Ny Hansen dan perwira kamar mesin dua Foy yang
berbangsa Scotlandia ditawan oleh Teuku Umar, serta harta rampasan yang cukup
banyak diangkut ke darat
Penyanderaan Kapal Hok Canton oleh Teuku Umar ini, beberapa
catatan sejarah dipicu oleh sentimen pribadi kepada Hansen. Pada bulan Juni
1886 Teuku Umar hendak diculik oleh Hansen karena tergoda harga kepala Teuku
Umar senilai 25.000 ringgit yang dijanjikan Belanda atas tragedi yang ditimbul
Teuku Umar atas awak kapal Bengkulen dan ia meminta kepada Teuku Umar untuk
datang ke kapalnya untuk mengambil sendiri uang lada dan rencananya Hansen akan
menculik Teuku Meulaboh saat mengambil uang tersebut.
Namun, dugaan ingin mencapai kesuksesan sebagaimana yang
diperoleh saingan beratnya, Teuku Raja Imeum Muda Teunom mendapat untung dari
persitiwa Nisero dan ia ingin menggunakan Hok Canton untuk tujuan yang sama.
Penyanderaan Hok Canton menimbulkan reaksi dan suasana panas di
Penang untuk mengutuk Belanda sebagai penyebab keadaan tidak aman di Aceh.
Tidak sebagaimana kasus Nisero, Teuku Umar tidak dapat mengharap banyak untuk
simpati siapa pun, baik Pemerintah Inggris maupun pemerintah negara lain tidak
menaruh perhatian dalam persoalan ini.
Mengapa? Sebab Kapal Hok Canton kendatipun berpangkalan di
Penang, namun kapal tersebut didaftar di Ulee Lhee dengan demikian ia adalah
kapal Aceh. Karena itu Teuku Umar harus puas dengan tebusan dari Belanda
sebesar $ 25.000,-
Khianati Belanda
Snouck Hurgronje mmemanfaatkan kedudukan Gubernur Jenderal yang baru yaitu Jhr.C.H.A Van der Wijck yang diangkat Oktober 1893 untuk mengizinkan Kolonel Deijkerhoff untuk memanfaatkan dengan penuh kehati-hatian Teuku Umar yang telah menyerah pada akhir bulan September 1893. Penyerahan diri Teuku Umar dengan pasukan dilakukan di depan Teuku Kadhi Malikul Ade di makam Teungku di Anjong, Pelanggahan dekat Kuta Raja. Inilah awal dari apa yang dikatakan oleh M.H.Szekely Lulofs sebaga De Oemar Comedie, sandiwara Teuku Oemar.
Snouck Hurgronje mmemanfaatkan kedudukan Gubernur Jenderal yang baru yaitu Jhr.C.H.A Van der Wijck yang diangkat Oktober 1893 untuk mengizinkan Kolonel Deijkerhoff untuk memanfaatkan dengan penuh kehati-hatian Teuku Umar yang telah menyerah pada akhir bulan September 1893. Penyerahan diri Teuku Umar dengan pasukan dilakukan di depan Teuku Kadhi Malikul Ade di makam Teungku di Anjong, Pelanggahan dekat Kuta Raja. Inilah awal dari apa yang dikatakan oleh M.H.Szekely Lulofs sebaga De Oemar Comedie, sandiwara Teuku Oemar.
Umar diberi senjata dan uang untuk tugas membersihkan wilayah
XXV mukim dan XXVI mukim di luar garis pertahanan Belanda. Dan untuk memperkuat
pasukannya dalam memadamkan pemberotakan di Aceh Besar, tanggal 1 Januari 1894,
Umar menerima bantuan militer dari Belanda untuk membentuk legiun modern dalam
upaya memadamkan pemberontakan di segi tiga Aceh Besar, dengan kekuatan pasukan
modern dengan dilengkapi senjata 880 pucuk (bandingkan dengan penyerahan
senjata oleh GAM), amunisi 25.000 butir peluru, Umar telah memiliki sebuah
peralatan perang yang mencukupi dan sekaligus kepercayaan Belanda.
Pengkhiatan Teuku Umat ini, menyebabkan Dijkerhoof dicopot dan
digantikan dengan Lejen Vetter dan tanggal 26 April 1896 ia mengeluarkan
maklumat mencabut gelar kehormatan yang sudah dianuegrahkan sebagai Panglima
Besar Perang Kompeni, Johan Pahlawan, sebagai Ulee Balang Leupung dan menuntut
pengembalian senjata.
Ia bekerjasama dengan Belanda untuk memerangi terutama Lam Krak.
Namun pertanyaannya mengapa kemudian Teuku Umar memutuskan untuk kembali
berjuang bersama bangsa Aceh pada tahun 30 September 1896? Apa yang memotivasi
ia untuk cabut dan lari dari Belanda? Inilah yang oleh Belanda dicatat sebagai
Het Verraad Van Teuku Umar atau pengkhiatan Teuku Umar
Ada yang mengatakan bahwa Pertama, Cut Nyak Dhien lah yang
menjadi fokus yang menyebabkan Teuku Umar kembali berjuang di jalan Allah, Cut
Nyak Dhien, seorang wanita kokoh berprinsip, bepegang teguh kepada agama, ia
menyakin sepenuhnya kehidupan akhirat dan perjuangan suci dalam melawan
Belanda.
Cut Nyak telah menyakinkan Teuku Umar untuk kembali berjuang
bersama rakyat Aceh, Cut Nyak Dhien, sosok yang sangat beragama dan selalu
membujuk sang suami untuk tetap kembali berjuang untuk rakyat Aceh dan ini
dibuktikan setelah syahidnya sang suami, ia meeruskan perjuangan Teuku Umar
hingga tertangkap pada 4 Nopember 1905 dan dibuang ke Seumeudang dan meninggal
di pengasingan pada tahun 6 Nopember 1908.
Tugas
@gustuputra
Senin, 15 Juli 2013
Menumpas Pemberontakan PRRI/Permesta ||PR GUSTU
Masa Demokrasi Liberal
tahun 1950 menimbulkan ketidak stabilan dalam bidang politik. Kemudian pada
tahun 1955 diadakan pernilihan umum, namun Pemilu tersebut tidak berhasil
menghilangkan pertentangan‑pertentangan politik. Oleh karena itu beberapa
daerah muncul suara - suara menuntut otonomi yang luas, karena tidak ada
keseirnbangan antara daerah dengan pusat dan daerah merasa dianaktirikan oleh
pemerintah pusat terutarna dalam bidang pernbangunan.
Dalam keadaan yang
demikian itu bekas Divisi Banteng mengadakan reuni di Padang pada tanggal 20 ‑
24 Nopernber 1956. Hasil reuni tersebut terbentuklah Dewan Banteng yang diketuai
oleh Letkol Ahmad Husein. Dengan terbentuknya Dewan Banteng yang bertendensi
politik, maka KSAD melarang perwira‑perwira AD melakukan kegiatan di bidang
politik. Tetapi larangan itu bahkan disambut oleh ketua Dewan Benteng dengan
mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muloharjo,
dengan dalih tidak mampu melaksanakan pembangunan.
Kegiatan di Sumatera
Tengah itu diikuti oleh Sumatera Timur yaitu Ketua Dewan Gajah mengambil alih
semua kekuasaan yang ada dalam wilayah TNI kemudian Sumatera Selatan terjadi
kegiatan ‑ kegiatan yang sama. Setelah diadakan Konferensi Dinas Pemerintahan
Sumatera Selatan lahirlah Garuda. Kemudian Panglima TNI Letnan Kolonel Barlian
mengambil alih pemerintahan Sumatera Pusat, mengadakan musyawarah pembangunan
nasional untuk memecahkan persoalan secara terbuka. Namun usaha pernerintah
tersebut tidak diterima, bahkan gerakan kedaerahan yang bersifat sparatis terus
berlangsung yang akhirnya menjurus menjadi pernberontakan.
Pemberontakan makin
memuncak dengan proklamasi pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
pada tanggal 15 Pebruari 1958 oleh Ahmad Husein, Kolonel Dahlan Jombek dan
Kolonel Simbolon. Kemudian untuk mengatasi pernberontakan tersebut pemerintah
bersikap tegas dengan melakukan Operasi militer. Perwira yang terlibat seperti
Letkol Ahmad Husein, Kolonel Dahlan Jombek, Kolonel Siimbolon diberhentikan
dengan tidak hormat.
Operasi gabungan yang
dilaksanakan yaitu Operasi Tegas (Untuk Daerah Riau), Operasi 17 Agustus (Untuk
Sumatera Barat), Operasi Sapta Marga (untuk Sumatera Timur) dan Operasi Sadar
(untuk Sumatera Selatan). Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad
Yani ditujukan kedaerah Sumatera Barat dengan sasaran merebut pusat militer
lawan di Padang dan pusat pernerintahan di Bukit Tinggi. Dari Kodam VII/
Diponegoro mengiriinkan Yon ‑ 438 dan Yon ‑ 440. Dengan operasi tersebut maka
kota Padang dan Bukit Tinggi dapat dikuasai dan diduduki. Dengan jatuhnya Bukit
Tinggi selesailah operasi pernbersihan dan teritorial. Dengan demikian tokoh‑tokoh
PRRI melarikan diri ke hutan‑hutan dan pada pertengahan tahun 1961 mereka
menyerah sesuai dengan anjuran pemnerintah.
Kericuhan yang terjadi
tidak hanya terbatas di daerah Sumatera saja, tetapi menjalar pula ke daerah ‑
daerah lain. Di Sulawesi Utara lahir Dewan Menghuni, kegiatan selanjutnya ialah
panglima TNI/VII Letkol Fanco Samuel mengadakan pertemuan dengan staf dan
perwira ‑ perwira. Perternuan menghasilkan konsensi mengenai cara ‑ cara untuk
mengatasi ketegangan dalam kehidupan kenegaraan, maka tanggung jawab wilayah
dan pasukan harus berada dalam satu tangan yaitu panglima TT. Kemudian diadakan
rapat lagi pada tanggal 2 Maret 1957 di Kantor Gebenuran Makasar (Ujungpandang)
dihadiri oleh tokoh ‑ tokoh sipil dan militer. Hasil dari perternuan adalah
Piagam perjuangan semesta ( Permesta ).
Sementara itu Letkol Dj.
Somba Komandan KDMST menyatakan bahwa Sulawesi Utara memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat. Atas tindakan tersebut kemudian pernerintah memutuskan untuk
memecat dengan tidak hormat Letkol Vance Samuel, Letkol Dj. Somba dan Mayor D.
Punturambi serta perwira lainnya.
Pemberontakan Permesta
ditindak tegas dan dihadapi dengan kekuatan militer oleh pemerintah pusat serta
alat negara dan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Dalam
rangka penumpasan pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara tersebut kodam
VII/Diponegoro mengirimkan Batalyon Inf ‑ 432 dalam Operasi Merdeka.
Sebelum operasi pokok
dilaksanakan, maka di Sulawesi Tengah telah dilaksanakan operasi "Insyaf”
yang dikoordinasi oleh Komando antar Daerah Indonesia Timur (Komandat). Operasi
tidak mengetahui hambatan dan dapat merebut dan menduduki kota. Setelah masing‑masing
Komando operasi berhasil menguasai daerah sasaran, maka dimulai gerakan ke
sasaran pokok yaitu Manado, untuk merebut Sulawesi Utara dan kota Manado.
Manado telah dikepung dari segala penjuru. Serangan mulai dilancarkan pada
tanggal 16 Juni 1958 dan sepuluh hari kemudian kota Manado dapat diduduki.
Pada bulan Agustus 1958
kekuatan pokok Permesta sudah lumpuh. Namun demikian gerakan penumpasan
terhadap sisa‑sisa pasukan Permesta tetap berjedan dan operasi tersebut
dilaksanakan dengan operasi pembersihan dan teritorial. Dalam opeasi itu tokoh ‑
tokoh Permesta tertangkap dan sisa ‑ sisa pasukannya menyerahkan diri sesuai
dengan seruan pemerintah.
Tugas @gustuputra
JENIS-JENIS TANAH || PR GUSTU
Jenis-Jenis
Tanah- Interaksi antara faktor-faktor
pembentuk tanah akan menghasilkan tanah
dengan sifat-sifat yang berbeda. Berdasarkan pada faktor pembentuk dan sifat
tanah inilah, beberapa ahli mengklasifikasikan tanah dengan klasifikasi yang
berbeda. Tingkat kategori yang sudah banyak dikembangkan dalam survei dan
pemetaan tanah di Indonesia, yaitu tingkat kategori jenis (great soil group).
Klasifikasi jenis-jenis tanah pada tingkat tersebut sering digunakan untuk
mengelompokkan tanah di Indonesia.
a.
Tanah Organosol atau Tanah Gambut
Tanah
jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri
warna cokelat hingga kehitaman, tekstur debulempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara
rendah. Tanah ini terbentuk karena adanya proses pembusukan dari sisa-sisa
tumbuhan rawa. Banyak terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan, dan Papua, kurang
baik untuk pertanian maupun perkebunan karena derajat keasaman tinggi.
b.
Tanah Aluvial
Jenis
tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya berasal dari
material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena itu, tanah jenis
ini banyak terdapat di daerah datar sepanjang aliran sungai.
c.
Tanah Regosol
Tanah
ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar. Penyebaran
terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di daerah
Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
d.
Tanah Litosol
Tanah
litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak
begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami
proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng
gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.
e.
Tanah Latosol
Latosol
tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan
ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan
gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut.
f.
Tanah Grumusol
Jenis
ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumidatau subarid,
dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.
g.
Tanah Podsolik
Tanah
ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa
bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun. Tekstur lempung hingga berpasir,
kesuburan rendah hingga sedang, warna merah, dan kering.
h.
Tanah Podsol
Jenis
tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah beriklim basah,
topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan
Papua Barat. Kesuburan tanah rendah.
i.
Tanah Andosol
Tanah
jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah beriklim
sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/tahun tanpa bulan kering. Umumnya
dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian di atas 800
meter. Warna tanah jenis ini umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam.
j.
Tanah Mediteran Merah Kuning
Tanah
jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone).
Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi
karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat
hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst
disebut ”Terra Rossa”.
k.
Hidromorf Kelabu
Jenis
tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi
yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan
warna kelabu hingga kekuningan.
Tugas: @gustuputra
Selasa, 14 Mei 2013
FAKTA SEJARAH PADA SAAT PROKLAMASI || PR GUSTU
Berikut fakta sejarah yang terjadi
pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ( diperoleh dari berbagai rangkuman
sumber sejarah Bangsa Indonesia antara lain dari : Sekretariat Negara RI
& Wikipedia
) :
Perdebatan Antara Golongan Tua &
Golongan Muda
Proklamasi, ternyata didahului oleh
perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua
maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan
Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan
pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu
terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan
politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah,
jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan
kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno
dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud
membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ).
Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari
ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan
pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan
pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan
sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan
pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan
tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri
Soekarno-Hatta ( lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81 )
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira
pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat
kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda
dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan
Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
” Sekarang Bung, sekarang! malam
ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan
Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan
maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus segera merebut kekuasaan !”
tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !”
seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan
pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini
juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan
besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata ancaman seperti
itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: ” Ini
batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini
juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”. Hatta kemudian memperingatkan
Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda
yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara
tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara
telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara
tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta
Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus mendesak; ”
apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita
sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam
‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan
kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita
sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda,
Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan
kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau
perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ?
Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ?
Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita
tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana
kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno
dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar
Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun,
tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda,
Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus
berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno
untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad
Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama
kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat
diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak
korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak
puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung
Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16
Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat
mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi ( 1984:60 ).
Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan
pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan
patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak
mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke
tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu
belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil dekat
Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan
perhitungan militer; antara anggota PETA ( Pembela Tanah Air ) Daidan Purwakarta
dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan
latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar
15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah
dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok,
baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta
berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya
segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan
Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa
yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk
melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat
mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang
telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta
tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan
dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah
persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi
berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak
memulai revolusi malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno
sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua
terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang kembali.
Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang
paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di
Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal
17 “. ” Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja,
atau tanggal 16 ?” tanya Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada
mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal
17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku,
bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita
sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti
saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu
Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17,
orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah
buatan manusia “. Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan
para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).
Sementara itu, di Jakarta, antara
Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda
membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi
Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga
mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke
Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di
Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA
setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 ).
Merumuskan Teks Proklamasi
Kemerdekaan
Rombongan Soekarno-Hatta tiba di
Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di
Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya
di rumah Soekarno. Rumah Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan
teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri yang memberikan jaminan keselamatan
pada Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo (
1978:60-61 ) melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya
memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu, karena perwira Angkatan Laut
ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.
Sebagai seorang perwira Angkatan
Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang perwira
Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih tepat tentang keadaan dari
orang-orang militer yang agak sempit pikirannya. Ia dapat berbicara dalam
beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di
Batavia; kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi
diri hanya pada tugas-tugas militernya saja, tetapi agar dirinya dapat terbiasa
dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan bagi dirinya di
tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui kantor
inilah, yang menuntut biaya yang tidak sedikit baginya, ia mendapatkan
pengertian tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari
buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk
mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia .
Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk mengajar di
asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah
dari orang-orang militer, ia berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis
yang tahu pasti bahwa keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu
bisa dinyatakan kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan
keleluasaan kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha
penting bagi masa depan bangsanya.
Malam itu, dari rumah Laksamana
Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco (
kepala pemerintahan umum ), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya
mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa karena
Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka berlaku ketentuan bahwa
tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo . Tentara
Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebi
jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat PPKI dalam
rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde kaan. Melihat kenyataan ini,
Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk
membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Mereka hanya berharap
agar pihak Jepang tidak menghalang-ha langi pelaksanaan proklamasi
kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri ( Hatta, 1970:54-55 ).
Setelah pertemuan itu, Soekarno dan
Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana Maeda
itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah,
mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua ketika peristiwa bersejarah
itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro,
dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan
teks Proklamasi. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun
dari golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo ( 1978:109 ) di
ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks
Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan konsep
proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya
secara lisan. Kalimat pertama dari teks Proklamasi merupakan saran Ahmad
Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan
kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap
kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia
untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan
pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan ( transfer of sovereignty ). Maka
dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah kelompok yang menyendiri di
ruang makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi, kemudian mereka menuju
serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu,
dinihari menjelang subuh. Jam menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka
pertemuan itu dengan membacakan rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan
konsep. Soebardjo ( 1978:109-110 ) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara
teks Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan dan
minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah kami
yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas. Kami belum makan apa-apa,
ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan
waktu hampir habis untuk makan sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh.
Setelah kami terima kembali teks yang telah ditik, kami semuanya menuju ke
ruang besar di bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di
dalam ruangan. Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di tengah-tengah
ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta berdiri mendampingi Sukarno
menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17
Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka pertemuan dini hari itu dengan
beberapa patah kata.
“Keadaan yang mendesak telah
memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan
teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar
bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan
terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing“. Kepada
mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah
proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat oleh
Mohammad Hatta dengan mengambil contoh pada “Declaration of Independence ” Amerika
Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau
tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya “budak-budak Jepang” turut
menandatangani naskah proklamasi. Sukarni mengusulkan agar penandatangan naskah
proklamasi itu cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas
nama bangsa Indonesia . Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.
Naskah yang sudah diketik oleh
Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan
timbul mengenai bagaimana Proklamasi itu harus diumumkan kepada rakyat di
seluruh Indonesia , dan juga ke seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara
bagaimana hal ini harus diselenggarakan? Menurut Soebardjo ( 1978:113 ), Sukarni
kemudian memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan
untuk datang berbondong-bondong ke lapangan
IKADA pada tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan Proklamasi
Kemerdekaan. Akan tetapi Soekarno menolak saran Sukarni. ” Tidak ,” kata
Soekarno, ” lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan
Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita
harus memancing-mancing insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan umum.
Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer,
mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat
dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan
terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan
Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi .” Demikianlah keputusan terakhir dari
pertemuan itu.
Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul
05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih
menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar
dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks
Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur
No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para
pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak
naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia ( Hatta, 1970:53 ).
Menjelang pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil Walikota,
Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang
diperlukan seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro
memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan satu tiang bendera. Karena
situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih
ada dua tiang bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari
sebatang bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera yang dijahit
dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran
bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran tidak sempurna. Memang,
kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.
Sementara itu, rakyat yang telah
mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah
Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris
teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan dari
pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu
Soekarno terserang sakit, malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur
setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah banyak
berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar lagi.
Mereka yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera
dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera
membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks
Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai,
Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar
Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit dari
tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga mengenakan stelan putih-putih. Kemudian
keduanya menuju tempat upacara.
Marwati Djoened Poesponegoro (
1984:92-94 ) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi itu. Upacara itu
berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah seorang
anggota PETA,
segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak
pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief
kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah
mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato
pendahuluan singkat sebelum membacakan teks proklamasi.
Pembacaan Teks Proklamasi Indonesia
“Saudara-saudara sekalian ! saya
telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha
penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah
berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.
Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada
turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman
Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam
jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi
pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya
pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil
nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya
bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri
dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu
seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan
kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami
menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami: PROKLAMASI; Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang
mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945.
Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
Teks Proklamasi Indonesia
Demikianlah saudara-saudara! Kita
sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita
dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka.
Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan
memberkati kemerdekaan kita itu“.
( Koesnodiprojo, 1951 ).
Acara, dilanjutkan dengan pengibaran
bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju
beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang
dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan
bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,” katanya. Tanpa
ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau
dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki
yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief
Hendraningrat.
Pengibaran Sang Saka Merah Putih
Bendera dinaikkan perlahan-lahan.
Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia
Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan
dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang. Seusai pengibaran bendera,
dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara pembacaan Proklamasi
Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi ( 1984:77 ) mengemukakan bahwa ada sepasukan
barisan pelopor yang berjumlah kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan S.
Brata, memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara
lantang penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi
sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar
dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya
diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Mendengar keterangan itu
Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi amanat singkat.
Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat masih belum mau
beranjak, beberapa anggota Barisan
Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.
Tidak lama setelah Bung Hatta
pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga orang pembesar Jepang.
Mereka diperintahkan menunggu di ruang belakang, tanpa diberi kursi. Sudiro
sudah dapat menerka, untuk apa mereka datang. Para anggota Barisan Pelopor
mulai mengepungnya. Bung Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk,
sehingga terpaksa berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang
dengan Bung Karno: ” Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk
melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya
ucapkan,” jawab Bung Karno dengan tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan
Jepang itu keheranan. ” Ya, sudah !” jawab Bung Karno. Di sekeliling
utusan Jepang itu, mata para pemuda melotot dan tangan mereka sudah diletakkan
di atas golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang
itu pun segera pamit. Sementara itu, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan
kelalaiannya. Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN
untuk mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang
plat filmnya tinggal tiga lembar ( saat itu belum ada rol film ). Sehingga dari
seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada 3 ( tiga ) ; yakni
sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran bendera,
dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan peristiwa yang sangat bersejarah
itu.
Langganan:
Postingan (Atom)